Senin, 07 Februari 2011

KANAN BARU

Kanan Baru, Teori Usang Hub. InternasionaL
M. Zaini Rosidin *


Secara keseluruhan tulisan ini merupakan sanggahan atas The End Of History Francis Fukuyama, yang walau di Indonesia wacana ini sangat terlambat. Namun kami merasa perlu menulis sanggahan ini karena jika pahami secara parsial tesis Fukuyama akan menjerumuskan kita pada konserfatisme.
Latar Penulisan
The end of History ditulis pada saat memanasnya perang dingin akibat ekspansi yang dilakukan Uni Soviet ke Afganistan. Dalam pandangan Marxisme perang dingin yang terjadi antara Amerika dan Soviet tidak lebih dari perang pengaruh untuk mendapatkan pasar luar negeri. Seperti yang kita ketahui AS dan Soviet/Rusia merupakan satu blok Historis dalam perang dunia II melawan negara-negara fasis (Jerman, Itali dan Jepang dibantu Turki) yang secara geo politik Jerman dan itali merupakan jalur strategis bagi distribusi modal dan barang di Eropa, sementara Jepang mempunyai pengaruh yang kuat di Asia pada Perang Asia Raya.
Terapi Ekonomi Keynesian telah menyebabkan Amerika pada tahun 1945 menjadi surga bagi kaum kapitalis, setelah mengalami depresi ekonomi terhebat sepanjang sejarah di tahun 1929 – 1936. Untuk mempercepat akumulasi modal dibutuhkan pasar-pasar baru di Eropa dan Asia.Sementara Rusia tetap asik dengan Impor revolusi khas Stalinis (kapitalisme birokrat)
Bercokolnya negara-negara ultra nasionalis (fasis) tentunya menghambat kepentingan kedua negara. Kondisi seperti inilah yang memaksa AS dan Rusia bersatu.
Dijatuhkannya bom atom di dua kota dinegara Jepang menendai keruntuhan terakhir tembok fasis dan menandai berakhirnya perang. Namun perang belumlah usai, karena antara AS dan Rusia mempunyai kepentingan yang sama atas pasar Eropa dan Asia yang sudah berhasil dibuka. Persaingan pengaruh dan perebutan pasar ini yang disebut perang dingin. Artinya yang terjadi sesungguhnya adalah perang antar kapitalis bukan perang Ideologi. Perang inilah yang menyebabkan berpisahnya ribuan keluarga di Korea, terbunuhnya jutaan manusia Vietnam dan Indonesia.
Logika Hegelian
Sebagai Walik Direktur Perencanaan Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat Fukuyama mempunyai tugas yang berat untuk memenangkan pertarungan tersebut. Penggunaan filsafat idealisme hegel dianggap dapat memeberi pembenaran ilmiah atas strategi politik luar negeri
nya. Dengan menggunakan filsafat hegel Fukuyama sampai kepada sebuah asumsi bahwa Sejarah telah berakhir dengan kemenangan demokrasi liberal.
Filsafat Sejarah sebuah karya monumental Hegel memuat pokok pikiran tentang sejarah. Sejarah menurut Hegel berangkat dari kontradiksi dalam alam ide yang sifatnya otonom.Artinya bahwa alam materi sama sekali tidak bisa mempengaruhi alam ide. Justru sebaliknya alam kesadaran ini dalam jangka panjang mau tidak mau akan terejawantahkan dalam dunia materi, bahkan menciptakan dunia materi pada citranya sendiri. Dari cara berfikir seperti inilah kita bisa melihat bahwa peristiwa-peristiwa yang ada dalam alam material ini adalah sejarah ide, sejarah ideology. Lebih lanjut menurut Hegel kontradiksi roh/ide absolut akan berhenti dan terjelma dalam bentuk negara yang rasional.
Kehancuran atau keletihan ideology-ideologi besar melawan demokrasi liberal universal menjadi alasan begi Fukuyama sehingga mengatakan “sejarah telah selesai”
Kontradiksi yang sifatnya antagonis dalam masyarakat sepanjang sejarah manusia; antara budak yang ingin merdeka dengan tuan budak, antara petani penggarap dengan tuan tanah dan tuntutan persamaan hak antara buruh dan borjuis, persamaan hak kaum minoritas, bangsa kulit berwarna dsb telah terselesaikan oleh demokasi lioberal. Demokrasi liberal melalui liberalisasi pasar telah memberi kesempatan yang sama kepada semua warga negara dalam berusaha dan berpolitik tanpa membedakan ras suku, agama, gender dan kelas sosial. Bahkan perbedaan kaya miskin dapat dipersempit. Demokrasi liberal ini menurut Fukuyama sebagai bentuk negara rasional yang dimaksud Hegel.. Karena Demokrasi liberal merupakan bentuk akhir dari kemajuan manusia maka bentuk negara ini oleh Fukuyama disebut sebagai negara pascasejarah, negar ayang telah usai dalam melakukan perjalan sejarahnya.
Guna mempertahankan kesimpulannya Fukuyama menghabiskan hampir setengah dari artikelnya untuk mengecam Marxisme - Leninism sebagai tantangan paling berat yang dihadapi negara pascasejarah dengan memberi bukti kekalahan ideology tersebut.
- Tahun 1978 sidang Pleno Central Comitte Partai Komunis Cinasepakat membubarkan model pertanian kolektiv dan membuka petani kepada arus liberalisasi. Ini membuktikan bahwa sadar atau tidak sadar Cina telah mengikuti alur liberalisasi pasar. Walaupun tidak diikuti dengan liberalisasi politik. Terbukti tahun 1987 terjadi peristiwa pembantaian mahasiswa pro- demokrasi.
- Glasnot dan Perestroika, Kebebasan dan keterbukaan. Gorbacev dengan alasan mengembalikan mengembalikan kemurnial ajaran Leninisme telah membuka diri dengan pasar Internasional. Yang dimaksud dengan memurnikan ajaran Lenin adalah strategi Lenin dalam menghadapi krisis pengan pasca revolusi Bholsevic “ Mundur dua langkah dan maju satu langkah” artinya bahwa melangkah mundur kesistem kapitalis yang ketat sebelum meju menuju sosialisme permanen.
Mengalirnya produk produk seperti televisi berwarna, parabola, musik rock kepelosok Asia dan Afrika serta Eropa termasuk Rusia merupakan satu lagi bukti kemenangan liberalisme yang ditandai dengan high consumtion.
Apa yang sebenarnya terjadi pada tahun munculnya kanan baru ? pertanyaan ini akan memberi gambaran kepada kita bahwa The end of Histori tidak lebih sebagai upaya untuk memenangkan pertarungan antar kapitalis. Ekonomi Amerika pasca Keynesian 1970 adalah gambaran kebangkrutan kapitalisme yang berlindung dibalik tabir demokrasi liberal. Overproduksi akibat keinginan percepatan akumulasi modal telah memaksa Amerika untuk mencari pasar baru di luar negeri. Impor ideology (Demokrasi liberal) akan memudahkan pembukaan pasar bagi produk-produk Amerika dan Eropa. Liberalisasi politik termasuk pengurangan peran militer dalam suatu negara menjadi salah satu syarat bagi kemulusan liberalisasi pasar.
Kanan Baru dalam hub internasional.
Kanan Baru atau neo konserfatisme mengacu pada paham ekonomi klasik Adam Smith dimana negara tidak boleh campur tangan dalam kegiatan ekonomi, termasuk pemberian subsidi kepada rakyat harus dihilangkan, karena dapat menghambat kebebasan pasar.
Dengan kemenangan demokrasi liberal Fukuyama kemudian membagi dunia akan terbagi dalam dua kubu, yaitu kubu negara sejarah dan negara pascasejarah. Interaksi antar dua kubu ini bukan lagi interaksi ideology seperti antara Kapitalis dengan Sosialis yang antagonis tetapi sebuah pola hubungan internasional yang tidak lagi melihat perbedaan ideology sebab perbedaan ideology tersebut telah selesai dengan berakhirnya sejarah.
Negara sejarah ditandai dengan masih kentalnya konflik-konflik suku, ras, gender, dan kaya-miskin sementara negara pascasejarah konflik tersebut sudah teratasi melalui demokrasi liberal. Negara pasca sejarah tidak lagi disibukkan dengan urusan-urusan politik dan ideology tetapi lebih berorientasi kepersoalan ekonomi dan teknologi maju. Interaksi antar negara pasca sejarah dapat dilihat dari Nort Atlantic Free Trade Area (NAFTA) Kelompok G8, Masyarakan Ekonomi Eropa dsb.
Dalam perkembangannya impor ideology ini (liberalisasi universal/Globalisasi) diterapkan secara paksa di negara-negara semi kolonialis atau yang Fukuyama sebut sebagai negara sejarah. Pemberian pinjaman oleh negara-negara pascasejarah harus diikuti dengan paket-paket liberalisasi politik dan pasar. Negara yang sudah terjerat oleh perangkat ideology ini harus melakukan penghapusan subsidi kebutuhan pokok, karena subsidi jelas mengangu proses masuknya modal dan barang. Subsidi yang diberikan oleh negara menyebabkan harga dalam negeri lebih murah dari pada harga pasar internasional. Liberalisasi ekonomi yang lain dilakukan denan cara menjual saham-saham negara kepada swasta. Liberalisasi ekonomi ini tentunya akan mendorong liberalisasi politik negara-negara sejarah. Otonomi daerah sebagai bentuk liberalisasi politik akan sangat membantu percepatan arus modal kedaerah-daerah sehingga mengurangi potensi ekonomi biaya tinggi. Masuknya modal asing kedaerah daerah tentunya akan menggeser sistem ekonomi tradisional didaerah. Imbasnya terjadi pemiskinan massal dipedesaan.
Sekarang kita bertanya, inikah akhir sejarah ? Kita tahu bahwa dicabutnya subsidi kebutuhan pokok rakyat akan menyebabkan harga atas barang dan jasa meningkat, sementara pendapatan rakyat dinegara sejarah (terpaksa digunakan) terus menurun. Menurunnya kualitas gizi bagi Ibu dan bayi akan disusul dengan kematian yang tidak berdarah. Tidak terjangkaunya biaya pendidikan akan memperpanjang daftar anak putus sekolah.
Sebuah akhir yang ditandai dengan tragedi kemanusiaan, kelaparan, penjarahan dan pembunuhan massa dengan tanpa mengeluarkan darah ?
Penggalan puisi Wiji Tukul mungkin memberi harapan sekaligus penutup tulisan ini “ Seperti Kupu-Kupu sayapnya tetap akan indah meski air kali keruh “Rakyat Miskin Sedunia Bersatulah !!!
Bentuk Dewan Mahasiswa Rebut Demokrasi Sejati


Koordinator Dept. Pendidikan dan Propaganda
Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi
Eksekutif Kota Makassar
GERAKAN MAHASISWA REVOLUSIONARE
Oleh; M. Thamrin

Gerakan mahasiswa sebagai bagian dari perjuangan sektor rakyat haruslah menjadi pelopor dalam mendorong perlawanan massa rakyat dan mengarahkannya terhadap lembaga dan kebijakan yang selama ini menjadi musuh rakyat. Sikap gerakan mahasiswa yang meninggalkan bentuk elitisme dan opurtunisme dalam gerakan, yang lalu kemudian mengorganisir seluruh kantong-kantong massa rakyat adalah ciri sebuah gerakan mahasiswa yang revolusioner.
Kenyataan dari sering terpecah-pecahnya gerakan mahasiswa dan kecenderungan sulitnya bergabung dengan barisan perjuangan rakyat seperti; aksi-aksi perjuangan buruh, petani dan kaum miskin perkotaan adalah bukti lemahnya kekuatan gerakan mahasiswa. Hal ini terjadi karena dalam tubuh gerakan masih terdapat persoalan-persoalan yang mencerminkan kesombongan intelektual yang justru semakin memperkuat keberlangsungan sistem penindasan sekarang ini.
Oleh karena itu sudah sepantasnya kita melakukan evaluasi secara radikal terhadap kelemahan dan kesalahan gerakan selama ini dengan terlebih dahulu menganalisa lembaga atau organisasi yang menjadi alat perjuangan kita. Sebab kemajuan dan keberhasilan dalan gerakan sangat ditentukan oleh organisasi. yang memiliki syarat-syarat sebagai organisasi yang revolusioner.
Berikut ini adalah hal penting yang harus dihindari dalam gerakan mahasiswa sebagai kesalahan yang pernah terjadi dalam sejarah;
Berkolaborasi dengan militer; sebab militer di Indonesia dalam sejarahnya di dominasi oleh watak penjajah yaitu Kononialisme Belanda (KNIL) dan Fasisme Jepang (PETA).
Sektarianisme; perjuangan lokal atau kedaerahan yang tidak membawa tuntutan problem pokok massa rakyat.
Elitis dalam Gerakan; arogan dan tidak mau bergabung dengan gerakan atau massa rakyat lain yang membawa tuntutan-tuntutan pokok rakyat.
Moralis; menjadikan pembenaran bahwa mahasiswa hanyalah gerakan moral bukan gerakan politik sehingga dikuasai oleh sikap keragu-raguan dalam gerakan. Perjuangan mahasiswa tidak hanya perjuangan moral tapi juga perjuangan politik untuk melawan kebijakan/sistem yang menindas rakyat dan menggantikannya dengan sistem yang berpihak kepada massa rakyat.


Dari hal yang harus dihindari di atas mencermikan syarat yang perlu dimiliki oleh organisasi dan gerakan kita yaitu;
memahami persolan-persoalan pokok massa rakyat seperti;
Adanya kekuatan modal internasional yang semakin ofensif.
Kebijakan ekonomi politik yang diambil pemerintah dan dampaknya saat ini.
Potensi dan perlawanan massa rakyat yang telah muncul.
Membuktikan pemihakan pada rakyat dengan cara;
Melakukan pengorganisiran seperti; mengagendakan diskusi-diskusi di kantong-kantong massa rakyat ( pabrik, sawah, pasar terminal dll).
Membuatkan sekolah-sekolah revolusioner (serikat buruh, organisasi tani kesatuan penarik becak dan sebagainya yang memiliki orientasi jelas untuk pembebasan massa rakyat).
Terlibat langsung dalam melakukan solidaritas, advokasi dan aksi atas kasus yang dimiliki. Seperti PHK yang di alami 9 buruh PT. MIKASE KIMA, Perampasan tanah yang dilakukan militer terhadap rakyat Panaikkang dll.
mendorong dan mengarahkan perjuangan massa rakyat melalui;
mensosialisasikan masalah-masalah yang dialami massa rakyat sebagai dampak dari kebijakan pemerintah dan rejim lainnya dengan menggunakan alat-alat propoganda seperti; sticker, poster, selebaran, dan media massa atau elektronik.
Membangun front atau aliansi dengan organisasi yang juga konsiten baik tingkatan lokal, regional, nasional maupun internasional. Sebab rakyat tertindas akibat sistem kapitalisme tidak hanya di Indonesia.
Melakukan respon tntutan problem-problem rakyat setiap hari-hari perlawanan seperti; 1 Mei=Hari Buruh Internasional, 2 Mei= Hari Pendidikan Nasional, 21 Mei= Hari Lengsernya Soeharto, 17 Agustus= Hari kemerdekaan.


Kesatuan Teori dan Praktek
Tidak ada jalan lain untuk membuktikan kebenaran teori gerakan mahasiswa dan perubahan social jika tidak dengan jalan mempraktekkannya, sama halnya agenda reformasi dan cita-cita bangsa untuk mewujudkan masyarakat demokratis yang adil dan makmur akan menjadi hal yang uthopis(mengada-ngada) jika tidak melakukan usaha-usaha nyata untuk mendorong dan mengarahkan perlawanan rakyat, menghambat laju kekuatan konservativ dan mendirikan pemerintahan setia dengan kepentingan massa rakyat. Ini adalah tugas setiap mahasiwa yang revolusioner bersama massa rakyat yang sadar.
PEMERINTAHAN MEGA BUKAN PEMERINTAHAN RAKYAT MISKIN
DPR/MPR BUKAN PERWAKILAN RAKYAT MISKIN
BENTUK PEMERINTAHAN REVOLUSIONER
PEMERINTAHAN RAKYAT MISKIN !!!


OTONOMI KAMPUS DAN KAPITALISME
Oleh ben Bella*

Saat ini, tak bisa dipungkiri kekuatan dominan yang menguasai sitem kehidupan dunia, telah merasuk dan menghegemoni setiap sisi kehidupan ummat manusia didunia ini. Suatu sistim pasar bebas yang tidak terhalang oleh batas–batas territorial, Kedaulatan negara kebijakan pemerintah dan perbedaan tingkat kemampuan menjadi kebutuhan kapitalis dunia untuk mempertahankan akumulasi kapitalnya. Untuk menciptakan sistim tersebut, para kapitalis internasional memerlukan instrumen politik yang cukup memiliki kemampuan mendikte pemerintah dan kapitalis nasional negara dunia ketiga. Melaui instrumen politiknya yaitu IMF, WTO, dan Word Bank para kapitalis internasional menghancurkan kekuatan – kekuatan – kekuatan kapitalis nasional negara dunia ketiga. Hal tersebut tercipta dengan terjadinya krisis ekonomi di Asia Tenggara. Akibat dari krisis tersebut maka satu demi satu pemerintah negara dunai ketiga jatuh kedalam pelukan kediktatoran IMF termasuj Indonesia. Kebijakan pemerintah yang selalu bergantung kepada IMF membuat makin lancarnya jalan bagi kapitalis internasional untuk masuk ke Indonesia. Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah sangat disetir oleh IMF. Dengan bargaining peminjaman modal, IMF menyodorkan program – program yang harus dijalankan dalam rangka pemulihan ekonomi lewat LoI (Letter of Intent). Disini terlihat pemerintah didikte oleh IMF dalam mengambil kebijakan – kebijakan ekonomi (neoliberalisme). Program – program yang harus dijalankan tersebut antara lain :
Penghapusan proteksi, restrukturisasi utang, rekapitalisasi perbankan, privatisasi BUMN, penghapusan subsidi dan juga program karitatif, Jaringan Pengaman Sosial (JPS). Program tersbut dijalankan demi pemulihan ekonomi, seakan–akan berpihak kepada rakyat kecil, pada hal tidak sama sekali. Salah satu contoh adalah akan dihapusnya subsidi pendidikan bagi PTN yang mengakibatkan otonomisasi 4 PTN (ITB, UI, UGM, IPB). Otonomi kampus yang akan diterapkan di 4 PTN tersbut adalah otonomi hanya dalam hal dana saja. Pemerintah berdalih tidak sanggup memberi subsidi bagi PTN tersbut.
Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa subsidi pendidikan dihapuskan mengapa tidak anggaran militer ataupun dana untuk rekapitalisasi perbankan yang tidak efisien. Disini bisa kita melihat penindasan yang dilakukan kapitalis internasional lewat kekuasaan pemerintah. Dengan akan diterapkanya otonomi kampus oleh pemerintah daerah maka akan timbul dampak yang sangat merugikan rakyat termasuk juga mahasiswa, antara lain:
(1). Pendidikan akan dikesankan menjadi suatu yang mahal akibat dari naiknya SPP dan pendidikan diPerguruan Tinggi hanya diperuntukkan bagi orang – orang kaya, sedangka n bagi rakyat miskin makin kecil peluang untuk bisa meyecap pendidikan diperguruan tinggi dan akhirnya hanya menjadi pekerja – pekerja murah. Akibatnya makin lebarnya jurang pemisah antara yang kaya dan miskin. Intelektual – intelektual yang dihasilkan oleh Perguruan Tinggi akan menjadi golongan yang minoritas dan segeralah kaum inteletual menjadi penjajah kaum Mayoritas yang tak mampu mengecap pendidikan, dengan bermodal pengetahuan mereka.
(2). Matinya dunia kemahasiswaan. Pemilik modal tidak akan membiayai kegiatan – kegiatan mahasiswa yang tidak akan mendatangkan keuntungan bagi dirinya. Pemodal (swasta maupun pemerintah melalui block grant) jelas menginginkan perguruan tinggi sebagai pabrik sarjana dapat menghasilkan produk (lulusan) dengan cepat. Solusinya. Pengetatan kurikulum dan pembatasan waktu kuliah.Dengan kurikulum yang padat tidak ada pilihan lagi bagi mahasiswa selain mempelajari bidangnya saja karena diancam dengan pemotongan subsidi bila mana masa kuliahnya melebihi lima tahun (Berlaku untuk angkatan 99), akibtanya mahasiswa semakain terkotak – kotan dan individualistis. Didalam kondisi negara dimana MPR/DPR tidak dapat berfungsi sebagai penyalur aspirasi rakyat. Negara sangat beruntung apabila mahasiswa hanya terfokus pada studinya saja karena demikian berkuranglah satu kelompok yang paling kritis pada kebijakan pemerintah. Hal ini jelas dapat melanggengkan kekuasaan penguasa. Dengan semakin cepat seorang mahasiswa lulus, maka akan semakin pula pemilik modal merengguk keuntungan dari mahasiswa.
(3). Pendidikan yang seharusnya diarahkan dalam pengembangan daya nalar secara rasional tetapi otonomi kampus pendidikan diarahkan untuk menghasilkan lulusan yang berpola pikir feudal. Hal tersebut terjadi karena kurikulum pendidikan berisi ilmu – ilmu yang bertujuan melayani/mengoperasikan mesin – mesin kapitalis.
(4). Adanya perampingan jumlah karyawan di PTN sebagai konsekuensi dari efisiensi pengeluaran anggaran. Cara lain yang dipakai adalah dengan sistim kontrak kerja pewagai yang sifatnya tidak mempedulikan masa depan pegawai tersebut. Kapitalisme internasional sangat berkepentingan sekali dengan otonomi kampus karena mereka mengharapkan dengan otonomi kampus nanti, perguruan tinggi negeri akan menghasilkan kerja – kerja yang berkualitas (kata berkualitas ini sesuai yang dibutuhkan pemilik modal) dan buruh kerah putih yang murah daripada mereka (kapitalis) harus mendatangkan tenaga – tenaga ahli dari tempat mereka yang memiliki standar gaji tinggi.
Dari uraian – uraian diatas terlihat bahwa kita sebagai mahasiswa hanya akan menjadi pelayan dari pada memilik modal.
Apa yang harus kita lakukan ?
Empat perguruan tinggi yang dijadikan proyek percontohan (pilot project) hanyalah strategi pemerintah untuk melokalisir gejolak (demonstrasi penolakan otonomi ) yang akan terjadi apabila semua perguruan tinggi diotomonikan sekaligus. Pemerintah sendiri sebenarnya sudah merencanakan untuk mengotonomikan semua perguruan tinggi negeri, hanya menunggu moment yang tepat. Inilah saatnya mahasiswa untuk berhati – hati agar jangan sampai terjebak pada sikap sectarian antar perguruan tinggi. Yang sudah didepan mata adalah penghapusan subsidi pendidikan, bagi seluruh perguruan tinggi, dan ini sudah menyangkut kepentingan seluruh perguruan tinggi, dan ini jelas sudah menyangkut kepentingan seluruh perguruan tinggi. Jangan terjebak dengan superioritas ITB yang berada pada titik paling tinggi optimisme dalam hal pencarian dana (Walaupun ini dapat dibantah berdasarkan fakta adanya 120 mahasiswa TPB yang tidak dapat membayar SPP dan pihak rektorat tidak mampu menyediakan bea siswa). Bagaimana dengan nasib perguruan tinggi diluar Jawa yang secara mutu jauh beda dengan IPB? Dibiarkan saja semakin terpuruk karena ketidak adaan fasilitas, dan semakin terseleksinya mahasiswa yang masuk ke Perguruan Tinggi berdasarkan kemampuan ekonominya? Kalau mahasiswa masih sektarian memperjuangkan empat perguruan tinggi negeri yang akan diotonomkan saja maka ini sama saja dengan membiarkan rakyat Indonesia di masa depan semakin terpuruk oleh kesenjangan social yang semakin melebar. Mari kita galang solidaritas dengan perguruan tinggi nasional, bahkan internasional karena ternyata bukan hanya Perguruan Tinggi di Indonesia saja yang kena otonomi tapi juga dinegara lain seperti Australia dan Mexico.**
TENTANG SEBUAH GERAKAN
Tadinya aku pengen bilang :
Aku butuh rumah tapi lantas kuganti dengakalimat Setiap orang butuh tanah ingat: setiap orang!
aku berpikir tentang sebuah gerakan tapi mana mungkin aku nuntut sendirian
aku bukan orang suci yang bisa hidup dari sekepa nasi dan air sekendi
aku butuh celana dan baju untuk menutupkemaluanku
aku berpikir tentang gerakan tapi mana mungkinkalau diam ?
Puisi Wiji Thukul

* Penulis adalah Ketua CC Komunitas Pelataran Baruga (KONTRA) Makassar,
Ketua Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Eksekutif Wilayah VII Sulawesi
Mahasiswa fak. Hukum UNHAS

Peranan Partai Revolusioner

Kaum sosialis tentu saja aktif dalam bermacam-macam kegiatan, gerakan dan organisasi. Namun satu prioritas yang tidak boleh luput dari perhatian adalah peranan organisasi sosialis sendiri. Kelompok-kelompok di mancanegara yang berhubungan dengan "Suara Sosialis" kebanyakan tidak menamakan diri "partai", karena masih terlalu kecil. Sebuah partai ialah sebuah organisasi yang mempunyai massa pendukung dan mampu untuk memimpin perjuangan dalam skala besar. Bahkan organisasi kami di Inggeris, yang bernama Socialist Workers Party dan mempunyai ribuan aktivis, masih belum bisa memainkan peranan ini sepenuhnya. Tugas grup-grup sosialis saat ini adalah membangun partai revolusioner.

Mengapa kita perlu partai revolusioner? Bukankah perjuangan massal bisa timbul secara spontan? Jelas bisa, dan proses radialisasi politik juga bisa berlangsung secara spontan akibat penindasan dan eksploitasi yang dialami rakyat di mana-mana di dunia. Namun radikalisasi dan perjuangan belum pernah berkembang secara merata. Selalu ada pengikut yang lebih sadar, lebih militan, lebih radikal daripada pengikut lainnya. Sedangkan ada juga yang lebih konservatif, ragu-ragu, bahkan ada yang menentang perjuangannya dan mendukung status quo.

Akibat-akibat negatif dari ketidakmerataan tersebut kita bisa saksikan pada kerusuhan bulan Mei 1998 di Indonesia. Dalam kerusuhan massal yang terjadi kurang-lebih spontan itu, ada beberapa orang yang memiliki sikap politik progresif, misalnya dengan membakar potret Soeharto. Tetapi ada juga yang bersikap rasialis, dan unsur-unsur ini bisa dimanipulasi oleh rezim untuk membelokkan perjuangan rakyat ke arah aksi anti-Cina. Gerakan mahasiswa lebih bersatu dan efektif, tetapi juga tidak rata. Ada mahasiswa yang sangat berani dan pikiran politiknya sudah cukup radikal, namun ada juga yang ragu-ragu atau bahkan konservatif, sehingga kaum mahasiswa tidak mampu untuk memimpin perjuangan seluruh rakyat. Dan upaya beberapa kelompok lainnya, misalnya orang-orang LSM, tercabik-tercabik saja.

Dalam setiap gerakan sosial, termasuk gerakan buruh, selalu ada perdebatan dan persilisihan, serta konflik dan perpecehan. Tujuan partai sosialis adalah untuk menyatukan kelas buruh, dan menjadikannya pimpinan perjuangan seluruh rakyat di bawah program ekonomi, sosial dan politik sosialis. Caranya bagamaina ? Sebelum menjawab pertanyaan ini, mungkin ada baiknya kita menegaskan terlebih dahulu apa yang tidak dimaksudkan. Ada dua pola partai yang mengaku "sosialis" namun yang samasekali tidak memadai. Yang pertama adalah partai tipe sosial-demokrat. Pada awal abad XX ada sejumlah partai, terutama di Eropa, berdasarkan kelas buruh (dengan dukungan juga dari golongan sosial lainnya). Partai-partai ini berusaha mewakili seluruh kelas buruh, termasuk buruh yang paling konservatif. Akibatnya program politiknya banyak terpengaruhi oleh unsur-unsur konservatif dalam gerakan buruh, sehingga menjadi partai reformis yang menghalangi perjuangan revolusioner di Eropa seusai Perang Dunia I. Karena penghianatan itu dan berdasarkan pengalaman kaum Bolshevik di Rusia, Lenin dan Internasional Komunis menganjurkan konsep baru dari partai sosialis (atau komunis). Partai tersebut mendasarkan diri kepada unsur-unsur yang lebih radikal dalam kelas buruh dan golongan tertindas lainnya. Partai revolusioner memobilisasi lapisan "pelopor" (vanguard) untuk meyakinkan dan memimpin lapisan lainnya. Karena program politiknya yang tidak mau berkompromis dalam masalah prinsip, partai "pelopor" tak urung menjadi partai minoritas sampai timbulnya situasi revolusioner. Namun dalam krisis yang mendalam seperti yang terjadi di Rusia tahun 1917, massa rakyat akan ramai-ramai menyeberang ke kubu revolusioner itu. Sayangnya konsep partai "pelopor" tersebut di jungkirbalikkan oleh rezim Stalin. Di tahun 1930-an partai-partai komunis sedunia menjelma menjadi organisasi otoriter. Konsep "pimpinan" ditafsirkan dalam artian buruk, bahwa Komite Pusat (Central Committee) harus mendikte basis partai, dan partai harus mendikte kelas buruh. Ini adalah pola palsu yang kedua yang harus ditolak.

"Suara Sosialis" menganut konsep partai bolshevik dalam artian aslinya. Partai revolusioner mesti 100% demokratis, bukan saja sebagai prinsip moral, tetapi juga karena secara praktis gagasan marxis dan strategi revolusioner seperti kami telah jelaskan dalam kolom-kolom sebelumnya (revolusi demokratis, "dari bawah") hanya bisa diperjuangkan dengan cara demokratis. Tugas utamanya adalalah meyakinkan kebanyakan buruh dan kebanyakan rakyat tentang kebenaran teori dan praktek sosialis.

Partai revolusioner juga harus disiplin. Kadang-kadang tatakarya Bolshevik ini disebut "demokrasi sentralis". Yakni semua anggota partai mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapat dan berdebat, namum setelah mengambil sebuah keputusan, kita semua harus ikut melaksanakan keputusan tersebut. Dalam partai-partai komunis masa Stalin, prinsip ini juga mengalami distorsi sehingga pimpinan sering memperlakukan basis secara oteriter. Ini bukanlah pendekatan Lenin, dan juga bukan pendekatan gerakan kami dewasa ini. "Demokrasi sentralis" tersebut kami terapkan dengan cukup fleksibel. Jarang ada instruksi dari pimpinan, dan sangat jarang sekali ada anggota yang dikucilkan. Partai revolusioner harus mampu beraksi secara bersatu supaya efektif, namun kesatuan tersebut musti berdasarkan konsensus politik yang tinggi, dan ini hanya mungkin terjadi sebagai akibat dari diskusi dan perdebatan yang terbuka dan bebas.

Tidak adanya partai semacam ini telah menimbulkan kekalahan yang serius bahkan tragis dalam beberapa situasi revolusioner. Contohnya krisis di Chile tahun 1973, dimana organisasi buruh dipatahkan oleh pihak militer. Kaum buruh terlalu percaya kepada Partai Sosialis yang dipimpin Salvador Allende dan Partai Komunis (yang sebenarnya leblih moderat daripada Partai Sosialis). Pemerintah Allende berkompromi dengan para jendral, dan kelas buruh tidak mempunyai partai revolusioner yang indepen, alhasil kaum buruh bingung dan seperti lumpuh dihapadan ancaman militer.

Di Indonesia baru-baru ini (Mei 1998) kita menyaksikan bahwa rakyat kesulitan untuk bersatu secara penuh dalam perjuangan anti-rezim. Namun jika ada partai revolusioner yang memiliki kader-kader yang aktif di setiap kampung, kampus serta tempat kerja, sentimen rasis anti-Cina pasti dapat diatasi. Mahasiswa dan buruh bisa menjalin hubungun yang erat. Gerakan pro-demokrasi dapat timbul sebagai sebuah pimpinan politik yang jauh lebih konsisten dibandingkan dengan tokoh seperti Megawati (yang tidur panjang saat penggulingan Soeharto) atau Amien Rais (yang pada awal mulanya berani memeberikan Soeharto kurun waktu 12 bulan untuk mengatasi krismon, dan kemudian cukup toleran juga terhadap Habibie). Dan barang tentu sebuah partai sosialis revolusioner akan menganjurkan program ekonomi, sosial serta politik yang lebih mendalam daripada yang disajikan Mega atau Amien sampai sekarang. Seperti tercatat di atas, partai semacam ini tidak ada dimana pun di dunia, walaupun dua grup sealiran "Suara Sosialis", di Inggris dan Yunani, sudah berhasil membangun organisasi yang lebih besar. Selama gerakan sosialis revolusioner masih agak kecil, kita harus sangat realistis dalam menentukan tujuan serta tugas yang ingin kita laksanakan dalam waktu dekat. Jelas, kelompok-kelompok sosialis selalu ikut dalam perjuangan kelas buruh dan rakyat dimana pun kita berada, serta menjalankan kegiatan solidaritas dengan perjuangan di negeri lain. Selain itu, tugas kita adalah untuk menyebarluaskan gagasan marxis dan program politik sosialis. Sebagian dari upaya ini adalah berdialog dengan aktivis lain, termasuk dialog dengan teman-teman di Indonesia. Untuk itu kami bukan hanya ingin menyampaikan argumentasi kami kepada orang lain, misalnya dengan majalah Suara Sosialis, tetapi juga mengundang komentar dari para pembaca yang terhormat.
***

MAHASISWA dan PERUBAHAN SOSIAL
Oleh: M.Thamrin.


Potensi Gerakan Mahasiswa dalam Mendorong Perubahan Sosial.

Secara umum mahasiswa sering disebut sebagai kaum intelektual karena kepoloporannya membela dan memperjuangkan kepentingan rakyat dan gerakannya dalam menghadapi pemerintahan yang tiran. Indikasinya adalah bahwa mahasiswa sangat mudah mengakses informasi, semangat perjuanggannya (idealisme) sebagai angkatan muda dan pengetahuan dalam hubungannya dengan status yang dimiliki; pendidikan tinggi. Lalu apakah mahasiswa berarti pahlawan? Gerakan mahasiswa bukan hanya memperjuangkan kubutuhan mendasar massa rakyat seperti hak mendapatkan subsidi pokok dan penyelengaraan negara yang demokratis bebas dari KKN, tapi juga mewakili kepentingan mayoritas mahasiswa itu sendiri, sebab persoalan-persoalan yang dirasakan oleh massa rakyat sekarang ini juga sama dengan yang dialami mahasiswa di Perguruan Tinggi (kampus-kampus). Artinya, tidak ada alasan untuk tidak bergabungya gerakan mahasiswa bersama gerakan massa rakyat (buruh, petani dan kaum miskin perkotaan). Antara mahasiswa dan massa rakyat tidak ada pahlawan dan yang diperjuangkan. Seluruh elemen masyarakar berjuang melahirkan perubahan sosial (Reformasi Total-Revolusi Demokratik) untuk mendirikan pemerintahan yang setia dengan kepentingan rakyat miskin (rakyat tertindas) bukan pemerintahan reformis palsu (borjuis).


ILUSTRASI TENTANG PERKEMBANGAN GERAKAN MAHASISWA

Mengapa penting bagi setiap mahasiswa untuk mempelajari sejarah pergerakan mahasiswa ? Membangun dan menentukan kembali arah juang pergerakan mahasiswa yang sejati dan terorganisir rapi dalam makna keberpihakan perjuangan terhadap masalah-masalah yang pokok dialami massa rakyat hanya dapat dicapai jika secara sungguh melakukan evaluasi terhadap kelemahan-kelemahan gerakan mahasiswa dalam sitiap fase sejarahnya.

1.Gerakan Mahasiswa pasca kemerdekaan.
Masa 1945-1950 merupakan momentum yang penting dalam gerakan pemuda dan pelajar: selain melucuti senjata Jepang, juga memunculkan organisasi-organisasi seperti: Angkatan Pemuda Indonesia (API), Pemuda Republik Indonesia (PRI), Gerakan Pemuda Republik Indonesia (GERPRI), Ikatan Pelajar Indonesia (IPI), Pemuda Putri Indoensia (PPI) dan banyak lagi.Pada saat belum ada organisasi pemuda dan pelajar, yang berbentuk federasi, diselenggarakan Kongres Pemuda seluruh Indonesia I (1945) dan II (1946). Dan Gerakan Pemudalah yang berhasil mendesak Soekarno-Hatta melalui penculikan untuk segera memproklamirkan Kemerdekaan RI.
Periode Demokrasi Liberal 1950-1959 ternyata tidak memberikan pendidikan politik yang berarti bagi mahasiwa. Pertemuan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) dalam bulan Desember 1955 di Bogor PPMI memutuskan untuk menarik keanggotaannya dari FPI. Dengan demikian jelaslah bahwa keanggotaan PPMI dan FPI yang secara sosiologis dapat memberikan dimensi lingkungan sosial yang lebih luas, dihindari oleh gerakan mahasiswa. Mahasiswa justru melumpuhkan akstivitas politik mereka. Kemudian membius diri dengan slogan-slogan "Kebebasan Akademik" dan "Kembali ke Kampus". Mahasiswa lebih aktiv dalam kegitan rekreatif, perploncoan, dan mencari dana.
Persiapan Pemilu 1955 gerakan mahasiswa kembali mendapat momentumnnya. Pada saat itu berdiri organisasi mahasiswa yang berafiliasi ke partai, seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang berafilsi dibawah PNI, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (GMS/GERMASOS) dengan PSI, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dengan Masyumi, Concentrasi Gerakan Mahasiawa Indonesia (CGMI) dengan PKI.
Depolitisasi gerakan pemuda dan mahasiswa bermula dari penandatanganan kerja sama antara pemuda dan Angkatan Darat 17 Juni 1957. Eskponen gerakan sosialis dan HMI diikut sertakan dalam aktivitas-akstivitas di luar kampus. Sejak awal 1959 mereka telah mengukuhkan hubungan dengan administratur-administratur militer yang berkaitan dengan urusan pemuda dan mahasiswa. Jadi bukan hal yang aneh bila pada tahun 1966 mahasiswa-mahasiswa Bandung adalah yang paling militan berdemonstrasi mengulingkan Soekarno. Sementara itu Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) dibubarkan dengan tuduhan terlibat usaha pembunuhan atas Soekarno.
Dalam masa ini orientasi gerakan mahasiswa yang sudah mulai membaik dalam mengugat hubungan sosial kapitalisme, fasisme, imperialisme, dan sisa-sisa feodalisme dikalahkah oleh kesiapan militer (yang masuk dalam gerakan pemuda mahasiswa dan partai-partai sayap kanan). Jadi Gerakan Mahasiswa periode 66 dapat dikatakan Gerakan Mahasiswa yang tidak sepenuhnya berpihak pada rakyat. Sebelum tahun 1970-an aktivis yang mula-mula sadar akan kekeliruan ini adalah Soe Hok Gie dan Ahmad Wahib (HMI).

1.Lahirnya pemerintahan Orde Baru-kapitalisme bersenjata
Namun seperti juga generasi baru aktivis-aktivis mahasiswa dan pemuda tahun 70-an lainnya yang mulai menyadari kekeliruan strategi mereka kembali membuat kesalahan strategi lainnya: terpisah dari potensi kekuatan rakyat, atau tanpa basis kekuatan massa yang luas, demostrasi TMII; anti-korupsi; Golput; Malari; dan gerakan '78 dengan Buku Putihnya merupakan contoh-contoh keterasingan dan frustasi. Jadi pada periode 74-78 dapat dikatakan Gerakan Mahasiswa mengalami kegagalan karena gerakan tersebut kurang berinteraksi dengan massa rakyat.
Pada tahun 1980-an, tawaran LSM, literatur populis dan ada juga sedikit yang struktural terutama yang di Barat, serta belajar keluar negeri merupakan suatu kondisi objektif yang ditawarkan oleh kapitalisme yang sedang berada pada titik kontradiski ekonomi, politik, dan budayanya produktivitas yang rendah (terutama produk yang mempunyai watak nasionalistis), kemiskinan, gap antara kaya dan miskin, pengangguran, konsumerisme, kesenjangan harga dan pendapatan, krisis kepemimpinan, rendahnya kuantitas dan kualitas pendidikan politik, kosongnya dunia pendidikan, keilmuan dan budaya yang nasionalistis dan pro-rakyat, perusakan lingkungan, dekadensi moral, dan sebagainya, yang belum pernah terjadi sedemikian membahayakan dalam sejarah bangsa Indonesia.
Aksi mahasiswa Ujung Pandang (1987) adalah aksi yang baru pertama kalinya dengan turun ke jalan (rally), dengan jumlah massa yang relatif besar, dengan mengambil isu kebijaksanaan pemerintah dalam peraturan lalu lintas, judi, dan ekspresi kesulitan ekonomi. Aksi ini dihentikan dengan memakan beberapa korban. Tradisi turun ke jalan ini telah menjadi trend pada saat ini, Pengerahan massa yang relatif besar ada saat ini belum konsisten pada tujuan politiknya. .
Celah-celah kegiatan pers dan tersebarnya mass media kampus, kegiatan-kegiatan diskusi, aksi-aksi yang dipikirkan masak-masak, benar-benar memberikan pengalaman yang berharga, baik dari segi pematangan, pemahaman, penyatuan pikiran maupun rekonsolidasi bagi proses selanjutnya gerakan mahasiswa tahun 80-an.
Tahun 1990, pada periode ini Gerakan Mahasiswa kembali mencoba membangun gerakan massa dengan hidupnya kembali aktivitas kampus. Gerakan Mahasiswa turun mengadvokasi kasus-kasus kerakyatan. Tahun 1992 terbentuk Solidaritas Mahasiswa Inndonesia untuk Demokrasi (SMID). Dan kader-kader banyak yang turun kesektor-sektor rakyat, seperti buruh, petani. Kader-kader SMID juga aktif mengadvokasi kasus-kasus kerakyatan, seperti kasus tanah Kedung Ombo, kasus buruh di Surabaya dan Jabotabek. Sampai-sampai kader-kader SMID banyak yang diculik dan dibunuh oleh Rejim diktator Orba. Puncaknya adalah Tragedi 27 Juli 1996 yang sempat membuat perlawanan Gerakan Mahasiswa kembali tiarap. Dan kembali melakukan gerakan bawah tanah. Tapi akibat dari tragedi 27 Juli perlawanan rakyat terhadap rejim penindas orba semakin besar, sentimen anti Soeharto sangat tinggi.

3.Gerakan Mahasiswa Tahun 1998
Gerakan Mahasiswa 98 munculnya bersifat momentum. Di akhir tahun 1997 Indonesia mengalami resesi ekonomi sebagai akibat dari kewajiban untuk membayar hutang luar negeri yang sudah mengalami jatuh tempo. Dampak dari krisis ekonomi di Indonesia yang berkepanjangan ini adalah naiknya harga-harga sembako. Bulan-bulan berikutnya ditahun 1998 adalah malapetaka bagi rejim Orba. Tidak seperti yang banyak dibayangkan oleh pakar-pakar politik, perlawanan massa berkembang sedemikian cepat dan masif di hampir seluruh kota-kota besar di Indonesia. Posko-posko perlawanan sebagai simbol perlawanan terhadap rejim muncul diberbagai kampus dan dalam kesehariannya posko ini sangat disibukkan oleh kegiatan-kegiatan yang politis sifatnya seperti rapat-rapat koordinasi, pemutaran film-filim politik, dll. Tak nampak lagi kultur mahasiswa yang sebelumnya apatis, hedon, cuek, dll. Hampir di setiap sudut kita dapat menemukan mahasiswa yang berbicara tentang politik, benar-benar sesuatu yang baru!
Intensitas gerakan ini tidak dapat dilepaskan dari kondisi obyektif yang semakin tak menentu seperti krisis yang tak kunjung usai, tingkat represi yang semakin meningkat mulai dari penculikan aktivis sampai pada pemukulan dan penembakan mahasiswa yang mencoba turun ke jalan. Puncak dari tindakan represi ini adalah dengan ditembaknya 4 mahasiswa Univ. Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998. Penembakan ini memicu kemarahan massa rakyat, yang representasinya dilakukan dalam bentuk pengrusakan, penjarahan ataupun pemerkosaan di beberapa tempat di Indonesia. Praktis dalam 2 hari pasca penembakan, Jakarta berada dalam kondisi yanag tidak terkontrol. Mahasiswa kemudian secara serempak menduduki simbol-simbol pemerintahan lembaga legislatif beberapa hari kemudian (18 Mei), yang dilakukan hingga Soeharto mundur.
Bentuk-bentuk perlawanan Organisasi mahasiswa pada saat itu adalah membentuk komite-komite aksi ditingkatan kampus dan juga mengajak elemen massa rakyat untuk menuntaskan Rejim Orba. Propaganda-propaganda yang dibangun pada awalnya mengangkat isu-isu ekonomis tentang turunkan harga sembako. Dan meningkat menjadi isu politis yaitu turunkan Soeharto dan cabut Dwifungsi ABRI (untuk isu ini hanya di beberapa kota yang tergolong lebih relatif radikal). Slogan aksi pada saat itu adalah Reformasi. Tapi pada saat itu terjadi perdebatan-perdebatan dikalangan Gerakan Mahasiswa. Perdebatan itu adalah apakah Gerakan Mahasiswa ini Gerakan Moral atau Gerakan Politik.
Tanggal 21 Mei 1998 Gerakan Mahasiswa yang di dukung oleh rakyat mampu melengserkan Soeharto. Tetapi setelah itu GM seperti kehilangan arah dan merasa puas. Padahal yang justru menjadi problema rakyat Indonesia pada saat itu belum tersentuh. Di tingkat Gerakan Mahasiswa yang terjadi justru polarisasi dalam gerakan dan bukannya tuntasnya agenda-agenda Reformasi atau Revolusi Demokratik.

4.Membangun Kembali Gerakan Mahasiswa.
Setelah Soeharto dilengserkan yang naik menggantikannya ialah Habibie yang notabene anak didik Soeharto. Dan masa pemerintahan Habibie ini jelas hanya pucuk pimpinan saja yang berubah, tetapi sistim yang dipakai tetap mempertahankan sistim pemerintahan Orde Baru, Karena Habibie juga bagian dari produk Orba. Sehingga pada tanggal 13 November 1998 pecah peristiwa Semanggi I. Dimana terjadi pembantaian yang dilakukan aparat keamanan terhadap mahasiswa dan massa rakyat yang menolak di adakannya Sidang Istimewa MPR. Banyak jatuh korban dari pihak mahasiswa dan massa rakyat, sampai jatuh korban jiwa karena tindakan kekerasan yang diakibatkan pemukulan dan penembakan yang dilakukan Pasukan PHH pada saat itu.
Untuk membangun kembali Gerakan mahasiswa yang teridiolgis dan jelas keberpihakannya terhadap kelas kaum pekerja diupayakan oleh beberapa kawan mahasiswa pelopor. Beberapa organisasi mahasiswa dari Jakarta, Bandung, Surabaya, Jogja, Semarang, Solo dan Purwokerto membentuk organisasi tingkat Nasional yang diberi nama FONDASI (Front Nasional Untuk Demokrasi) pada tanggal 5 Februari 1999 di Bandung. FONDASI kemudian melibatkan diri melalui anggota-anggotanya pada tanggal 28 Februari - 5 Maret 1999 diadakan RMNI I di Bali yang dihadiri oleh 53 organisasi dari seluruh Indonesia. Hasilnya adalah aksi serentak tanggal 13 April di kota-kota besar Indonesia. Lalu dilanjutkan pada pertemuan RMNI II di Surabaya yang mengalami jumlah penurunan peserta menjadi 32 organisasi. Namun RMNI I &II tersebut tidak menghasilkan kepemimpinan nasional gerakan mahasiswa. Perdebatan yang terjadi di RMNI I dan II adalah mengenai pemerintahan transisi dan cabut dwifungsi ABRI, dan terutama tentang pengambilan momentum pemilu 7 Juni 1999. Apakah momentum Pemilu 7 Juni ini di ambil atau tidak. Ada ketakutan jika mengangkat isu boikot pemilu, massa rakyat pendukung fanatik partai-partai politik akan memukul gerakan mahasiswa. Namun kenyataannya, hal tersebut tidak terjadi.
Akhirnya Fondasi ditambah kelompok-kelompok mahasiswa yang memiliki kesamaan isu yaitu cabut dwifungsi ABRI, Pemerintahan Transisi, dan kesamaan taktik menghadapi Pemilu membentuk LIGA MAHASISWA NASIONAL Untuk DEMOKRASI (LMND) dalam Kongres Mahasiswa Nasional Pertama di Bogor tanggal 9-13 Juli 1999.
Pasca Pemilu Rejim Habibie ingin mensahkan RUU PKB yang dibuat oleh DPR. Dan kebijakan ini pun ditolak oleh mahasiswa dan massa rakyat dengan melakukan pelawanan hingga meletuslah peristiwa Semanggi II, Peristiwa ini kembali menimbulkan jatuh korban dipihak mahasiswa dan massa rakyat. Dan akhirnya Rejim Habibie menunda UU Drakula tersebut.
Tanggal 20 Oktober GusDur naik menjadi Presiden dan Megawati menjadi wakilnya. Dan Gerakan Mahasiswa menghadapi Rejim yang jelas berbeda dengan Rejim sebelumnya. Ruang-ruang demokrasi memang sedikit terbuka dimasa pemerintahan Abdurahman Wahid ini, tapi disatu sisi masih banyak terdapat tindakan kekerasan yang dilakukan aparat keamanan terhadap para demonstran. Rejim GusDur-Mega pun terbukti ternyata tidak berpihak pada rakyat karena kebijakan-kebijakan neoliberalnya. Dan yang membuat kecewa lagi Rejim ini pun ikut mendukung dan mencoba menggolkan kembali RUU PKB yang jelas-jelas sudah memakan korban jiwa tersebut. Ini dikarenakan Rejim GusDur-Mega terlalu banyak kompromi dan tidak berani bertindak tegas terhadap sisa-sisa kekuatan lama yaitu sisa Orba dan militer.
Pemerintahan sekarang ini dibawah kepemimpinan Megawati semakin mengaburkan arah perjuangan mahasiswa dan rakyat tahun 98, karena tak satupun agenda reformasi yang dituntaskan. Mengapa terjadi hal yang demikian? Dalam sejarahnya setiap perubahan sosial yang terjadi di dunia ini selalu mensyaratkan penghancuran sisa-sisa kekuatan lama. Lengsernya soeharto bukanlah berarti tumbangnya Orde Baru (Golkar, Militer dan Kroninya). Apalah artinya turunnya soeharto jika hampir seluruh lembaga negara (eksekutif, Legislatif dan yudikatif) dari pusat sampai daerah masih dikendalikan oleh mesin-mesin politiknya. Jadi terang saja Pemerintahan Megawati yang lahir dari hasil perselingkuhan politik sisa-sisa Orde baru bersama reformis palsu tidak akan pernah konsisten mengawal dan menuntaskan agenda reformasi. Bahkan yang lebih parah dari kebijakan Megawati saat ini adalah digadaikannya sebahagian kekayaan negara ini kepada kapitalisme internasional seperti; Privatisasi BUMN yang di jual ke perusahaan swasta, pemangkasan subsidi kebutuhan rakyat (BBM, TDL, pendidikan, kesehatan dll) yang angarannya digunakan membayar bunga utang luar negeri, dan kebijakan-kebijakan lainnya yang anti rakyat.

Tugas dan Arah Gerakan Kita Saat Ini.
Setelah memahami kelemahan gerakan mahasiswa dalam fase sejarahnya tentu saja kita perlu untuk merumuskan strategi taktik yang tidak memberi kemungkinan untuk terjadinya kesalahan kembali dalam gerakan kita. Untuk itu hal yang perlu dihindar adalah;
Berkolaborasi dengan militer; sebab militer di Indonesia dalam sejarahnya di dominasi oleh watak penjajah yaitu Kononialisme Belanda (KNIL) dan Fasisme Jepang (PETA).
Sektarianisme; perjuangan lokal atau kedaerahan yang tidak membawa tuntutan problem pokok massa rakyat.
Elitis dalam Gerakan; arogan dan tidak mau bergabung dengan gerakan atau massa rakyat lain yang membawa tuntutan-tuntutan pokok rakyat.
Moralis; menjadikan pembenaran bahwa mahasiswa hanyalah gerakan moral bukan gerakan politik sehingga dikuasai oleh sikap keragu-raguan dalam gerakan. Perjuangan mahasiswa tidak hanya perjuangan moral tapi juga perjuangan politik untuk melawan kebijakan/sistem yang menindas rakyat dan menggantikannya dengan sistem yang berpihak kepada massa rakyat. Perbedaannya dengan partai politik adalah berjuang atau mempengaruhi melalui parlement kekuasaan sedangkan gerakan mahasiswa dan rakyat melalu ekstra parlement (parlemen jalanan).
Dari hal yang harus dihindari di atas mencermikan syarat yang perlu dimiliki oleh gerakan kita yaitu;
memahami persolan-persoalan pokok massa rakyat seperti;
Adanya kekuatan modal internasional yang semakin ofensif.
Kebijakan ekonomi politik yang diambil pemerintah dan dampaknya saat ini.
Potensi dan perlawanan massa rakyat yang telah muncul.
Membuktikan pemihakan pada rakyat dengan cara;
Melakukan pengorganisiran seperti; mengagendakan diskusi-diskusi di kantong-kantong massa rakyat ( pabrik, sawah, pasar terminal dll).
Membuatkan sekolah-sekolah revolusioner (serikat buruh, organisasi tani kesatuan penarik becak dan sebagainya yang memiliki orientasi jelas untuk pembebasan massa rakyat).
Terlibat langsung dalam melakukan solidaritas, advokasi dan aksi atas kasus yang dimiliki. Seperti PHK yang di alami 9 buruh PT. MIKASE KIMA, Perampasan tanah yang dilakukan militer terhadap rakyat Panaikkang dll.
mendorong dan mengarahkan perjuangan massa rakyat melalui;
mensosialisasikan masalah-masalah yang dialami massa rakyat sebagai dampak dari kebijakan pemerintah dan rejim lainnya dengan menggunakan alat-alat propoganda seperti; sticker, poster, selebaran, dan media massa atau elektronik.
Membangun front atau aliansi dengan organisasi yang juga konsiten baik tingkatan lokal, regional, nasional maupun internasional. Sebab rakyat tertindas akibat sistem kapitalisme tidak hanya di Indonesia.
Melakukan respon tntutan problem-problem rakyat setiap hari-hari perlawanan seperti; 1 Mei=Hari Buruh Internasional, 2 Mei= Hari Pendidikan Nasional, 21 Mei= Hari Lengsernya Soeharto, 17 Agustus= Hari kemerdekaan.



Kesatuan Teori dan Praktek
Tidak ada jalan lain untuk membuktikan kebenaran teori gerakan mahasiswa dan perubahan social jika tidak dengan jalan mempraktekkannya, sama halnya agenda reformasi dan cita-cita bangsa untuk mewujudkan masyarakat demokratis yang adil dan makmur akan menjadi hal yang uthopis jika tidak melakukan usaha-usaha nyata untuk mendorong dan mengarahkan perlawanan rakyat, menghambat laju kekuatan konservativ dan mendirikan pemerintahan setia dengan kepentingan massa rakyat. Ini adalah tugas setiap mahasiwa yang revolusioner bersama massa rakyat yang sadar.
PEMERINTAHAN MEGA BUKAN PEMERINTAHAN RAKYAT MISKIN
DPR/MPR BUKAN PERWAKILAN RAKYAT MISKIN
BENTUK PEMERINTAHAN RAKYAT



LEMBAGA SEBAGAI ALAT PERJUANGAN
MENUJU SISTEM PENDIDIKAN KERAKYATAN

Belajar dari histori lembaga mahasiswa Indonesia sebagai alat atau wadah perjuangan yakni dengan mengangkat problem pokok mahasiswa dan rakyat. Di mana problem pokok mahasiswa dan rakyat tentu pendidikan yang murah, ilmiah dan demokratis, sehingga mereka yang ekonominya menengah ke bawah juga mempunyai kesempatan mengecap pendidikan di perguruan tinggi, konsep ini dimiliki oleh dewan–dewan mahasiswa yakni kesetaraan dengan pihak birokrat kampus dalam pengambilan kebijakan pendidikan yang sangat langkah ditemui di lembaga-lembaga Intra kampus sekarang ini.

Dewan mahasiswa kemudian dibubarkan setelah terjadinya peristiwa MALARI (Malapetaka 15 Januari 1974), dimana kita bisa melihat tingkat mobilisasi Dema ini dalam mengadakan rapat akbar dalam menyikapi kedatangan Perdana Mentri Jepang KAKUEI TANAKA ke Jakarta mengenai penanaman modal asing. Aksi ini dilakukan oleh hampir seluruh mahasiswa Indonesia. pemerintah yang terganggu ketenangannya, membuat suatu kebijakan yang kita kenal NKK/BKK dan pelarangan mendirikan organisasi selain SMPT hingga SMU (OSIS).

Aktivitas mahasiswa kemudian dikontrol oleh penguasa lewat kaki tangannya yakni pihak Rektorat dan Dosen Pengajar. Mahasiswa kemudian di dorong untuk melakukan kegiatan yang bersifat serimonial, eksklusif atau mengharumkan nama almamater bahkan watak militeristik yang digunakan ketika menghadapi mahasiswa baru, yang menjadi pertanyaan kita kenapa tidak banyak aktivitas atau gerakan mahasiswa yang gencar issu dunianya (sistem pendidikan). Tentu karena tidak adanya pembasisan atau kaderisasi dan lembaga kampuspun hanya sekedar pelaksana kegiatan yang tinggal dilaksanakan atau disetujui oleh rektorat, lembaga hampir tidak punya nilai tawar dengan birokrat kampus, sehingga kepentingan mahasiswa tidak pernah diperjuangkan.

Kecenderungan mahasiswa sekarang yang malas berlembaga, ini diakibatkan dengan adanya represifitas yang dilakukan oleh birokrat kampus terhadap mahasiswa dengan metode yang sering dipakai yaitu :
memperketat absensi kehadiran (kuantitas kehadiran sekitar 80%, jika tidak memenuhi standar demikian maka mahasiswa tersebut tidak dapat mengikuti ujian semester).
Merepresif nilai jika bertentangan atau berbeda pendapat dengan dosen dan birokrat kampus.
Membuat perjanjian sepihak tanpa melakukan diskusi dengan mahasiswa seperti yang terjadi di UNISRI
Merepresif mahasiswa yang kritis dengan metode pemanggilan orang tua/wali.
Menghilangkan demokratisasi ketika mahasiswa menuntut.
Rutinitas tugas (kawan-kawan mahasiswa EKSAKTA yang paling merasakannya) yang membuat mahasiswa hampir tidak punya waktu untuk mempelajari bidang ilmu lainnya.
Pemecatan atau Drop Out seperti yang terjadi di UI Poltek Makassar, Univ. Mulawarman dsb.

Dengan diberlakukannya sistem NKK/BKK, maka mahasiswa secara tidak langsung didorong untuk cepat menyelesaikan studinya, sehingga hampir tidak punya waktu untuk mengkaji berjuta persoalan yang ada diperguruan tinggi. Dan kita kemudian lupa menjawab mengapa pendidikan semakin mahal, tidak ilmiah dan jauh dari nilai demokratisasi? Sepertinya tujuan pendidikan tidak lagi melahirkan manusia-manusia yang utuh melainkan manusia-manusia setengah robot.

Lembaga kampus telah reorientasi dari hakikatnya sebagai lembaga kemahasiswaan yang mengabdi kepada kepentingan mahasiswa dan rakyat banyak. Dimana lembaga kampus sekarang ini hanya melahirkan mahasiswa-mahasiswa seperti berikut ini :
Intelektualis : golongan mahasiswa yang banyak mengkomsumsi teori tanpa adanya keperpihakan yang jelas terhadap rakyat.
Aktivisme : mahasiswa yang ikut ambil bagian untuk melawan rejim namun setela status mahasiswanya berakhir ia kemudian menjadi penindas-penidas baru.
Sektarian : kelompok mahasiswa yang berjuang hanya untuk kepentingan kelompoknya dan merasa tidak usah mengajak lembaga-lembaga yang lainnya.
Feodal : Mahasiswa yang terlalu menagungkan senioritas dan merasa dirinya yang paling benar(anti demokrasi).

Kondisi lembaga kampus yang tidak akomadatif untuk mendengar dan memperjuangkan anspirasi mahasiswa tentu tidak bisa dipertahankan lagi. Yang mesti dilakukan segera adalah mempelajari, mengevaluasi dan melakukan perubahan-perubahan dalam sistem kelembagaan sebaga syarat mutlak sebuah lembaga maju. Oleh karna itu selayaknya kita mempelaari bersama konsep SMPT yang sekarang dengan Dewan mahasiwa yang pernah bersejarah dengan adanya kesetaraan antara mahasiswa dan birokrat kampus dimana mahasiwa terlibat langsung dalam penganbilan kebijakan yang didalamnya adalah tentang kurikulum, alokasi dana kemahasiwaan, peraturan akademik bahkan mahasiswa dilibatkan dalam kebijakan ekonomi dan politik pada suatu negara.

Demikianlah makalah ini aku persembahkan untuk perubahan yang signifikan dilembaga kita tercinta ini.

Makassar, 10 Januari 2002

Perjuangan Mahasiswa adalah Milik Bersama,
Tanpa Batas Tanpa Penindasan… !!!

BENTUK DEWAN MAHASISWA, REBUT DEMOKRASI SEJATI
Zaini R

Tidak ada komentar:

Posting Komentar